Laporan Mikrobiologi Umum - Hitungan Cawan
PRELAB
1. Jelaskan prinsip dari metode hitungan
cawan !
Prinsip dari metode hitungan cawan
adalah jumlah mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, mikroba
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode
hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah
mikroba (Fardiaz, 1992).
|
2. Apakah metode hitungan cawan dapat
menghitung jumlah sel? Menurut anda mengapa demikian? Jelaskan!
Metode hitungan cawan
ini dapat menghitung jumlah sel, karena prinsip dari
metode hitungan cawan sendiri adalah menghitung jumlah koloni mikroba yang
telah dibiakkan yang bisa dilakukan tanpa bantuan mikroskop. Dalam metode ini
hanya sel yang masih hidup saja yang dapat dihitung, beberapa jenis mikroba
juga dapat dihitung sekaligus serta dapat digunakan untuk isolasi dan
identifikasi mikroba, karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu
mikroba yang mempunyai penampakan pertumbuhan secara spesifik. Namun hasil
perhitungan tidak selalu menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena sel
yang berdekatan kemungkinan membentuk koloni (Fardiaz, 1992).
|
3.
Apakah yang
dimaksud dengan metode pour plate dan spread plate pada
hitungan cawan? Jelaskan!
a.
Metode pour plate
dilakukan dengan cara menuangkan
kultur ke dalam cawan petri bersama dengan media yang sudah disterilkan dan
diturunkan suhunya. Metode pour plate ini mempunyai kekurangan yaitu
membutuhkan waktu yang lama dan bahan yan grelatif banyak tetapi tidak
memutuhkan keterampila tinggi
b.
Metode spread plate
dilakukan dengan menyemprotkan
suspensi ke atas medium agar kemudian menyebarkannya secara merata dengan
trigalski. Dengan ini diharapkan bakteri terpisah secara individual, kemudian
dapat tumbuh menjadi koloni tunggal
(Fardiaz, 1992).
|
Sampel
Bahan Pangan
|
Media
|
Jumlah koloni pada media *)
|
|||||||||||||||
Pour Plate
|
Spread Plate
|
||||||||||||||||
Pengenceran
|
Jumlah koloni
|
Pengenceran
|
Jumlah koloni
|
Pengenceran
|
Jumlah koloni
|
Pengenceran
|
Jumlah koloni
|
||||||||||
10-3
|
10-4
|
10-5
|
10-4
|
10-5
|
10-6
|
10-3
|
10-4
|
10-5
|
10-4
|
10-5
|
10-6
|
||||||
Kubis
|
NA
|
7
|
8
|
303
|
3 x 107 CFU/ml
|
|
|
|
|
3
|
0
|
263
|
2,6 x 108 CFU/ml
|
|
|
|
|
MRSA
|
2
|
0
|
1
|
2 x 103 CFU/ml
|
|
|
|
|
0
|
0
|
0
|
0 CFU/ml
|
|
|
|
|
|
Ikan
|
NA
|
237
|
480
|
104
|
2,4 x 105 CFU/ml
|
|
|
|
|
592
|
138
|
29
|
1,4 x 107 CFU/ml
|
|
|
|
|
SSA
|
28
|
10
|
1
|
2,8 x 104 CFU/ml
|
|
|
|
|
5
|
6
|
16
|
5,4 x 105 CFU/ml
|
|
|
|
|
|
Bakso
|
PCA
|
|
|
|
|
1164
|
297
|
472
|
3 x 107 CFU/ml
|
|
|
|
|
310
|
152
|
684
|
1,5 x 108 CFU/ml
|
VRBA
|
|
|
|
|
0
|
TBUD
|
1
|
1 x 106 CFU/ml
|
|
|
|
|
3
|
37
|
1
|
3,7 x 107 CFU/ml
|
PEMBAHASAN
1. Tuliskan
tahapan dan cara perhitungan anda untuk mendapatkan jumlah koloni pada
masing-masing sampel !
1.1 Analisa prosedur
a.
Sampel kubis
Pada percobaan menggunakan sampel
kubis, pertama menyiapkan alat dan bahan antara lain cawan petri yang sudah
terisi media NA dan MRSA, 4 tabung reaksi yang sudah berisi pepton 9 ml yang
sudah disterilisasi, mikrotip ukuran 1 ml dan 0,1 ml, mikro pipet, spreader,
bunsen, korek api dan kubis. Sebelum melakukan percobaan hendaknya melakukan
aseptis diri lingkungan dan alat-alat yang digunakan, untuk mencegah masuknya
kontaminan pada sampel. Selanjutnya kubis dipotong dengan ukuran 2 x 2.5 cm.
Selanjutnya dimasukkan kedalam pepton steril 25 ml dan diaduk-aduk hingga
seluruh bagian kubis tercelup sempurna, sehingga mikroba yang ada pada kubis
dapat tersebar dalam pepton. Selanjutnya diencerkan hingga pengenceran 10-5
kemudian di vorteks. Selanjutnya tiga pengenceran terakhir ditanam pada media
NA dan MRSA dengan metode spread plate dan pour plate, setiap akan ditanam,
harus di vorteks terlebih dahulu supaya mikroba dapat tersebar merata. Dalam
sampel ini menggunakan media NA dan MRSA karena media NA digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme
yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Sedangkan media
MRSA digunakan dapat menumbuhkan dan mengisolasi jenis Lactobacillus dari
seluruh jenis bahan dan bersifat diferensial dalam artian suatu jenis mikroba
tumbuh dengan pesat, sementara jenis mikroba yang lain terhambat. Selanjutnya diinkubasi selama 48
jam dengan suhu 300C. Kemudian dihitung jumlah koloni per ml atau
SPC dengan menggunakan rumus yang sudah ditentukan.
b.
Sampel ikan
Sebelum memulai praktikum
hendaknya terlebih dahulu melakukan aseptis diri, lingkungan dan alat yang akan
dilakukan selama praktikum, untuk mengcegah adanya kontamisi selama praktikum. Pada
percobaan menggunakan sampel ikan ini adalah pertama menyiapkan alat dan bahan.
Setelah alat dan bahan sudah siap maka langkah selanjutnya adalah batang swap
yang sudah disterilisasi dengan pepton dioleskan pada tiga bagian yang berbeda
pada sampel ikan. Selanjutnya dimasukkan kedalam pepton tadi dan digojog serta
diperas-peras pada dinding tabung, supaya bakteri yang menempel pada swab jatuh
pada larutan pepton tersebut. Selanjutnya batang swab dibuang dan tabung yang
berisi pepton tadi di vortexs. Selanjutnya diencerkan hingga pengenceran 10-7.
Selanjutnya pada tiga pengenceran terakhir ditanam pada media NA dan SSA,
sebelum menanam mikroba tersebut dilakukan vorteks terlebih dahulu supaya
bakteri tercampur merata. Pada percobaan sampel ini digunakan media NA karena
media ini cocok untuk jenis sampel yang mengandung protein dan bersifat umum.
Sedangkan media SSA bersifat selektif dalam artian suatu jenis mikroba tumbuh dengan pesat, sementara jenis
mikroba yang lain terhambat dan dapat mengidentifikasi bakteri
Salmonella dan Shigella. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 280C.
Selanjutnya dihitung jumlah koloni per ml atau SPC dengan menggunakan rumus
yang sudah ditentukan.
c.
Sampel bakso
Sebelum memulai praktikum
hendaknya terlebih dahulu melakukan aseptis diri, lingkungan dan alat yang akan
dilakukan selama praktikum. Pada percobaan menggunakan sampel ikan ini adalah
pertama menyiapkan alat dan bahan. Setelah alat dan bahan siap maka langkah
selanjutnya adalah mengambil sampel padat sebanyak 5 gram dengan pisau atau
alat yang memudahkan. Selanjutnya dilarutkan pada 45 ml pepton dan kemudian
dimasukkan plastik. Selanjutnya sampel distomacher supaya dapat hancur.
Selanjutnya sampel yang sudah hancur diambil 1 ml, untuk memudahkan pengambilan
maka mikrotip dipotong miring. Selanjutnya diencerkan hingga pengenceran 10-5.
Selanjutnya di platting dengan media PCA dan VRBA, setiap akan ditanam harus di
vorteks terlebih dahulu supaya mikroba dapat menyebar. Pada percobaan ini
dilakukan dengan media PCA karena PCA digunakan
sebagai medium untuk mikroba aerobik dengan inokulasi di atas permukaan dan
bersifat umum sehingga semua mikroba dapat tumbuh. Media VRBA digunakan karena
media VRBA bersifat selektif hanya bakteri tertentu saja yang dapat tumbuh. Selanjutnya diinkubasi selama 48
jam dengan suhu 280C. Selanjutnya dihitung jumlah koloni per ml atau
SPC dengan menggunakan rumus yang sudah ditentukan.
1.2 Cara perhitungan
a.
Sampel kubis
1.
Media NA pada metode pour plate
SPC =
1/ faktor pengencer x Jumlah koloni
=
1/10-5 x 303
= 3,03 x 107 CFU per
ml
= 3 x 107 CFU per ml
2.
Media MRSA pada metode pour plate
SPC =
1/ faktor pengencer x Jumlah koloni
=
1/10-3 x 2
= 2 x 103 CFU per ml
3.
Media NA pada Spread plate
SPC =
1/ faktor pengencer x Jumlah koloni x 10
=
1/10-5 x 263 x 10
= 2,63 x 108 CFU per
ml
= 2,6 x 108 CFU per ml
4.
Media MRSA pada spread plate
SPC =
1/ faktor pengencer x Jumlah koloni x 10
= 0 CFU per ml
b.
Sampel ikan
1.
Media NA pada metode pour plate
SPC
= 2,37 x 105 CFU per
ml
= 2,4 x 105 CFU per ml
2.
Media SSA pada metode pour plate
SPC = 2,8 x 104 CFU per ml
3.
Media NA pada metode spread plate
SPC = 1,38 x 107 CFU per
ml
= 1,4 x 107 CFU per ml
4.
Media SSA pada metode spread plate
SPC = 5,4 x 105 CFU per ml
c.
Sampel bakso
1.
Media PCA pada metode pour plate
SPC = 2,97 x 107 CFU per
ml
= 3 x 107 CFU per ml
2.
Media VRBA pada metode pour plate
SPC = 1 x 106 CFU per ml
3.
Media PCA pada metode spread plate
SPC = 1,52 x 108 CFU per
ml
= 1,5 x 108 CFU per ml
4.
Media VRBA pada metode spread plate
SPC = 3,7 x 107 CFU per ml
Pada data hasil percobaan diatas,
berdasarkan literatur semakin tinggi pengenceran maka jumlah koloni semakin
sedikit. Namun pada percobaan ini jumlah koloni tiap pengenceran bervariasi dan
mayoritas menyimpang dari literatur. Kesalahan dalam praktkum kali ini
kemungkinan disebabkan oleh terjadinya human error dan kurang aseptis saat
melakukan praktikum sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada sampel yang
menggunakan metode pour plate yang dapat tumbuh adalah jenis bakteri anaerob, sedangkan
pada mtode spread plate, yang dapat tumbuh adalah jenis bakteri aerob. Setiap
media yang digunakan memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada
jenis sampel yang digunakan. Media NA dan PCA merupakan media yang bersifat
umum sehingga bisa menumbuhkan semua jenis mikroba yang ada pada sampel
misalnya Staphylococcus aureus yang tumbuh pada media PCA dan E.coli.
Media MRSA merupakan media yang digunakan pada sampel kubis dan bersifat
selektif diferensial dalam artian hanya bakteri tertentu yang dapat tumbuh
seperti bakteri asam laktat dan bakteri jenis
Lactobacillus. Media
SSA digunakan dalam sampel ikan karena media ini cocok untuk jenis sampel
protein, bersifat selektif diferensial sehingga hanya menumbuhkan bakteri jenis
salmonella dan shigella yang ada protein. Selanjutnya media VRBA adalah media
yang digunakan dalam sampel bakso yang bersifat selektif diferensial dalam
artian hanya bakteri tertentu yang dapat tumbuh dalam media ini, seperti
bakteri E.coli (Entis, 2005).
2. Bahaslah
hasil yang anda peroleh pada masing-masing media untuk satu jenis sampel bahan
pangan !
Dari data hasil pengamatan yang
diperoleh, dapat diketahui bahwa dalam sampel kubis dengan metode pour plate
dan media NA pada pengenceran 10-3 terdapat 7 koloni, pada
pengenceran 10-4 terdapat 8 koloni dan pada pengenceran 10-5
terdapat 303 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 3 x 107
CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit
jumlah koloni bakteri (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidak sesuaian dengan
literatur, kesalahan ini dimungkinkan karena terjadinya human error dan kurang
aseptis saat melakukan praktikum sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Dengan
metode pour plate bakteri yang tumbuh adalah jenis bakteri anerob, karena media
NA bersifat umum maka semua bakteri an aerob yang ada pada sampel yapat tumbuh,
seperti bakteri asam laktat dan E.coli (Entis, 2005). Pada media MRSA pada
pengenceran 10-3 terdapat 2 koloni, pada pengenceran 10-4
tidak terdapat koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 1 koloni
dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 2 x 103 CFU per
ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah
koloni bakteri (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur,
kesalahan ini dimungkinkan karena terjadinya human error dan kurang aseptis
saat melakukan praktikum sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Dengan metode
pour plate yang tumbuh adalah bakteri anaerob, karena media MRSA bersifat
diferensial maka hanya bakteri tertentu yang dapat tumbuh seperti bakteri asam
laktat (Entis, 2005). Selanjutnya dengan metode spread plate dan media NA pada
pengenceran 10-3 terdapat 3 koloni, pada pengenceran 10-4
tidak terdapat koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 263 koloni
dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 2,6 x 108 CFU
per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah
koloni bakteri (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur,
kesalahan ini dimungkinkan karena terjadinya human error dan kurang aseptis
saat melakukan praktikum sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada media NA
dengan metode spread plate, karena media NA bersifat umum jadi semua koloni
bakteri yang tumbuh adalah koloni bakteri aerob (Entis, 2005). Pada media MRSA
dengan metode spread plate pada pengenceran 10-3,10-4 dan
pada pengenceran 10-5 tidak terdapat koloni dan melalui perhitungan
sesuai rumus diperoleh hasil 0 CFU per ml. Jadi pada media ini tidak terdapat jenis
bakteri aerob.
Pada sampel ikan dengan media NA
dan metode pour plate diperoleh data pada pengenceran 10-3 terdapat
237 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat 480 koloni dan pada
pengenceran 10-5 terdapat 104 koloni dan melalui perhitungan sesuai
rumus diperoleh hasil 2,4 x 105 CFU per ml. Dalam literatur, semakin
tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri (Entis, 2005).
Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan
karena terjadinya human error dan kurang aseptis saat melakukan praktikum
sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada media NA dengan metode pour plate
ini yang tumbuh adalah bakteri anarob seperti Clostridium
botulinum dan bakteri asam laktat karena media NA bersifat umum maka semua
jenis bakteri anaerob yang ada pada sampel daging ikan dapat tumbuh (Entis, 2005). Pada sampel ikan dengan media SSA
dan metode pour plate diperoleh data pada pengenceran 10-3 terdapat
28 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat 10 koloni dan pada
pengenceran 10-5 terdapat 1 koloni dan melalui perhitungan sesuai
rumus diperoleh hasil 2,4 x 105 CFU per ml. Dalam literatur, semakin
tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri (Entis, 2005).
Sehingga sudah sesuai dengan literatur. Pada sampel ikan dengan media SSA dan
metode pour plate yang dapat tumbuh adalah bakteri anaerob, karena media SSA
bersifat diferensial maka yang dapat tumbuh adalah bakteri jenis salmonella dan
shigella (Entis, 2005). Selanjutnya pada media NA dengan metode spread plate
pada pengenceran 10-3 terdapat 592 koloni, pada pengenceran 10-4
terdapat 138 koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 29 koloni dan
melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 1,4 x 107 CFU per
ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah
koloni bakteri (Entis, 2005). Sehingga sudah sesuai dengan literatur. Pada
sampel ikan dengan media NA dan metode spread plate yang dapat tumbuh adalah
bakteri aerob, karena media NA bersifat umum maka semua jenis bakteri aerob
yang ada pada sampel bisa hidup. Pada sampel ikan dengan media SSA dan metode
pour plate yang dapat tumbuh adalah bakteri anaerob, karena media SSA bersifat
diferensial maka yang dapat tumbuh adalah bakteri jenis salmonella dan shigella
(Entis, 2005). Selanjutnya pada media NA dengan metode spread plate pada pengenceran
10-3 terdapat 592 koloni, pada pengenceran 10-4 terdapat
138 koloni dan pada pengenceran 10-5 terdapat 29 koloni dan melalui
perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 1,4 x 107 CFU per ml. Dalam
literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni
bakteri (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur,
kesalahan ini dimungkinkan karena terjadinya human error dan kurang aseptis
saat melakukan praktikum sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada sampel
ikan dengan media SSA dan metode spread plate yang dapat tumbuh adalah bakteri
aerob, karena media SSA bersifat diferensial maka yang dapat tumbuh adalah
bakteri jenis salmonella dan shigella (Entis, 2005).
Selanjutnya pada sampel bakso,
dengan media PCA dan metode pour plate dapat diketahui dengan pengenceran 10-4
terdapat 1164 koloni, pada pengenceran 10-5 terdapat 297 koloni dan pada
pengenceran 10-6 terdapat 472 koloni dan melalui perhitungan sesuai
rumus diperoleh hasil 3 x 107 CFU per ml. Dalam literatur, semakin
tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri (Entis, 2005).
Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan
karena terjadinya human error dan kurang aseptis saat melakukan praktikum
sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang dapat tumbuh
adalah bakteri anaerob, karena PCA bersifat umum maka semua jenis bakteri
anaerob yang ada pada sampel dapat hidup, seperti bakteri jenis Salmonella. Pada media VRBA dengan metode pour plate dapat
diketahui dengan pengenceran 10-4 tidak terdapat koloni, pada
pengenceran 10-5 terdapat TBUD koloni dan pada pengenceran 10-6
terdapat 1 koloni dan melalui perhitungan sesuai rumus diperoleh hasil 1 x 106
CFU per ml. Dalam literatur, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit
jumlah koloni bakteri (Entis, 2005). Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan
literatur, kesalahan ini dimungkinkan karena terjadinya human error dan kurang
aseptis saat melakukan praktikum sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada
metode ini yang dapat tumbuh adalah bakteri anaerob, karena media VRBA bersifat
selektif maka yang dapat tumbuh hanya bakteri
E.coli.
Selanjutnya pada metode spread plate dengan media PCA pada pengenceran 10-4 terdapat
310 koloni, pada pengenceran 10-5 terdapat 152 koloni dan pada
pengenceran 10-6 terdapat 184 koloni dan melalui perhitungan sesuai
rumus diperoleh hasil 1,5 x 108 CFU per ml. Dalam literatur, semakin
tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri (Entis, 2005).
Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan
karena terjadinya human error dan kurang aseptis saat melakukan praktikum
sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang dapat tumbuh
adalah bakteri aerob, karena PCA bersifat umum maka semua bakteri aerob yang
ada pada sampel dapat hidup, seperti Staphylococcus
aureus (Entis, 2005). Pada metode spread plate dengan media VRBA pada pengenceran 10-4
terdapat 3 koloni, pada pengenceran 10-5 terdapat 37 koloni dan pada
pengenceran 10-6 terdapat 1 koloni dan melalui perhitungan sesuai
rumus diperoleh hasil 3,7 x 107 CFU per ml. Dalam literatur, semakin
tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri (Entis, 2005).
Sehingga tejadi ketidaksesuaian dengan literatur, kesalahan ini dimungkinkan
karena terjadinya human error dan kurang aseptis saat melakukan praktikum
sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang dapat tumbuh
adalah bakteri aerob, karena media VRBA bersifat selektif maka hanya bakteri
tertentu, misalnya bakteri E.coli (Entis, 2005).
KESIMPULAN
Prinsip dari metode hitungan cawan ini adalah
menghitung jumlah koloni mikroba yang tumbuh dan membentuk suatu koloni pada
media agar tertentu tanpa bantuan mikroskop. Dimana metode yang digunakan adalah metode spread plate
dan pour plate. Sedangkan untuk perhitungan
metode hitungan cawan ini
dapat menggunakan aturan SPC, dimana jumlah koloni yang dihitung adalah antara
30-300 jumlah koloni. Apabila
jumlah koloni lebih dari 300, maka jumlah koloni mikroba bisa ditulis dengan TNTC (Too Numerous to Count) karena dianggap terlalu banyak untuk
dihitung, namun apabila diketahui nilainya maka dihitung yang paling mendekati
300. Apabila jumlah koloni kurang dari 30, maka yang diambil untuk perhitungan
adalah jumlah koloni yang mendekati 30.
Pada data hasil praktikum yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan metode spread plate koloni terbanyak
terdapat pada sampel kubis dengan media NA yaitu 2,6 x 108 CFU/ml,
kemudian diikuti sampel bakso dengan nilai 1,5 x 108 CFU/ml untuk
media PCA dan 3,7 x 107 CFU/ml untuk media VRBA kemudian diikuti
sampel ikan dengan media NA yaitu 1,4 x 107 CFU/ml dan yang terendah
terdapat pada sampel ikan dengan nilai 5,4 x 105 CFU/ml. Selanjutnya
dengan metode pour plate jumlah koloni terbanyak terdapat pada sampel kubis dengan
media NA dan sampel bakso dengan media PCA yaitu 3 x 107 CFU/ml, Kemudian
diikuti oleh sampel bakso dengan media VRBA yaitu 1 x 106 CFU/ml
kemudian diikuti dengan sampel ikan dengan media NA yatu 2,4 x 105
CFU/ml dan pada media SSA yaitu 2,8 x 104 CFU/ml dan yang paling
rendah adalah pada sampel kubis dengan media MRSA yaitu 2 x 103
CFU/ml. sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri aerob lebih banyak tumbuh
daripada bakteri anaerob.
PEMBAHASAN
1. Sebutkan
kelebihan dan kekurangan dari metode pour
plate dan spread plate. Kapan
kita dapat menggunakan
metode tersebut? Jelaskan alasan anda!
a.
Metode pour plate digunakan ketika ingin menumbuhkan bakteri anaerob,
karena media dituang setelah kultur sehingga menyebabkan kondisi anaerob pada
cawan.
Kelebihan:
·
Mudah dilakukan
·
Koloni tersebar merata pada media
Kekurangan:
·
Butuh kehati-hatian dalam menuang ke media
·
Kontaminasi sulit dibedakan
·
Koloni yang berbeda saling bertumpuk
b.
Metode spread plate digunakan digunakan ketika ingin menumbuhkan
bakteriaerob, karena media sudah ada terlebih dahulu pada cawan kemudian
dituangi kultur sehingga menyebabkan kondisi aerob oada cawan.
Kelebihan:
·
Koloni tersebar merata oada permukaan media
·
Kontaminan mudah dibedakan
Kekurangan:
·
Harus dilakukan dengan hati-hati
·
Hanya dapat menumbuhkan bakteri aerob
(Fardiaz, 1992).
|
2.
Apa
kelebihan perhitungan mikroba dengan metode hitungan cawan dibanding metode enumerasi langsung?
a.
Dapat menghitung sel atau koloni yang masih hidup
yang dihitung
b.
Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
c.
Tidak perlu bantuan mikroskop untuk menghitung
mikroba
d.
Ketelitian tinggi apabila dilakukan dengan benar
e.
Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi
mikroba
(Fardiaz, 1992).
|
3.
Mengapa
yang digunakan dalam aturan SPC hanya koloni yang berjumlah 30-300 saja?
Karena jika jumlah koloni terlalu
banyak maka beberapa sel akan membentuk koloni yang dapat menyebabkan ketidak
akuratan karena sel saling bertumpuk dan memperbesar terjadinya ketidak
akuratan. Apabila koloni terlalu sedikit maka nantinya secara statistik
jumlah mikroba yang dihasilkan rendah. Secara statistik yang paling baik
adalah kisaran jumlah koloni 30-300. Selain itu jika terdapat koloni kurang
dari 30 artinya penceran terlalu tinggi, jika terdapat koloni lebih dari 300
artinya pengenceran terlalu rendah.
(Bettelheim, 2005).
|
4. Apakah yang
dimaksud dengan ”TNTC atau TBUD” pada pengamatan hitungan
cawan? Dan mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jelaskan!
TNTC adalah kependekan dari Too Numerous To Count
dan TBUD adalah kependekan dari
Terlalu Banyak Untuk Dihitung. Maksudnya adalah jumlah koloni yang
dihitung terlalu banyak, melebihi 300 koloni sehingga sulit untuk dihitung.
TNTC atau TBUD terjadi karena penceran yang dilakukan rendah, sehingga
menyebabkan jumlah koloni sangat banyak dan bertumpuk sehingga kesulitan
untuk dihitung (Bettelheim, 2005).
|
5. Berikut ini data hasil plating dari sampel kefir de carrota pada media MRSA. Hitung jumlah koloni berdasarkan metode
SPC!
Sampel Ke-
|
Jumlah koloni Pada Pengenceran
|
||
10-4
|
10-5
|
10-6
|
|
1
|
TBUD
|
305
|
89
|
2
|
TBUD
|
248
|
82
|
3
|
189
|
52
|
21
|
4
|
TBUD
|
TBUD
|
23
|
5
|
18
|
7
|
0
|
Hitung berapa jumlah koloni per mL nya berdasarkan aturan SPC. Tuliskan
tahapan penghitungan anda!
1.
Pengenceran yang diambil adalah pengenceran 10-6 karena pada
pengenceran tersebut menghasilkan jumlah koloni kisaran 30-300
Jumlah koloni per ml = 8,9 x 107 CFU per
ml
2.
Karena pada dua pengenceran tersebut diperoleh jumlah koloni kisaran
30-300 maka menggunakan rumus. Apabila hasilnya kurang dari 2 maka diambil
rata-rata. Apabila hasilnya lebih dari 2 maka diambil pengenceran terendah.
Jadi, Jumlah koloni per ml = 2,48 x 107 CFU per
ml
= 2,5 x 107 CFU per
ml
3.
Karena pada dua pengenceran tersebut diperoleh jumlah koloni kisaran
30-300 maka menggunakan rumus. Apabila hasilnya kurang dari 2 maka diambil
rata-rata. Apabila hasilnya lebih dari 2 maka diambil pengenceran terendah.
Jadi, Jumlah koloni per ml = 1,89 x 106 CFU per
ml
= 1,9 x 106 CFU per
ml
4.
Karena jumlah koloni kurang dari kisaran 30 dan ada yang TBUD maka yang
diambil adalah yang mendekati 30.
Jumlah koloni per ml =
2,3 x 107 CFU per
ml
5.
Karena jumlah koloni kurang dari kisaran 30 maka yang diambil adalah
yang mendekati 30.
Jumlah koloni per ml = 1,8 x 105 CFU per
ml
(Saparianti, 2014).
|
6. Mengapa pada
analisis hitungan cawan satuan yang digunakan CFU/ml bukan sel per ml? Jelaskan
alasan anda!
Karena yang dihitung adalah dalam bentuk koloni
bukan sel. CFU sendiri adalah kependekan dari Coloni Forming Unit yang
artinya unit koloni yang terbentuk. Pada metode hitungan cawan ini juga tidak
mungkin untuk menghitung sel karena metode ini dilakukan dengan mata
telanjang atau tanpa bantuan mikroskop sehingga yang tampak adalah berupa
koloni. Jadi yang dihitung setiap 1 ml adalah jumlah koloni mikroba.
(Saparianti, 2014).
|
7. Bagaimana
preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni pada permukaan agar?
a.
Perparasi suspensi sampel dilakukan pada media steril
b.
Suspensi pada sampel diencerkan hingga tingkat pengenceran tertentu,
dengan tujuan supaya mikroba dapat dihitung dengan baik
c.
Tiga pengenceran terakhir ditanam pada cawan dengam metode dan media
yang telah ditentukan
d.
Jika dilakukan dengan metode spread plate, digunakan mikrotip 0,1 ml.
Jika dilakukan dengan metode
pour plate , digunakan mikrotip 1 ml
e.
Diinkubasi pada suhu dan waktu yang sudah ditentukan
f.
Dihitung jumlah koloninya
(Saparianti, 2014).
|
8. Bagaimana
preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni total/keseluruhan pada sampel
makanan padat?
Preparasi untuk sampel padat antara lain:
a.
Sampel padat diambil secara aseptis sebanyak 5 gram
b.
Dilarutkan pada pepton 45 ml kemudian di masukkan plastik
c.
Dihancurkan dengan stomacher
d.
Diambil 1 ml dengan mikrotip yang sudah dipotong miring untuk
memudahkan pengambilan sampel
e.
Diencerkan hingga 10-5 dengan 4 tabung
f.
Di platting, ditanam pada media yang sudah di preparasi sebelumnya
g.
Diinkubasi selama 2 hari dengan suhu 280C
(Saparianti, 2014).
|
9. Faktor-faktor apa
saja yang dapat mempengaruhi hasil penghitungan koloni pada metode hitungan
cawan, hingga diperoleh hasil TNTC/TBUD atau
koloni tidak muncul?
Faktor yang
mempengaruhi hasil penghitungan koloni pada metode hitungan cawan, hingga diperoleh
hasil TNTC/TBUD atau koloni tidak muncul antara lain:
a.
Tingkat pengenceran terlalu tinggi sehingga
menyebabkan koloni tidak muncul
b.
Tingkat pengenceran terlalu rendah sehingga koloni
yang muncul terlalu banyak (> 300) sehingga tidak bisa dihitung
c.
Ketidaksesuaian media yang digunakan
d.
Adanya kontaminasi. Kontaminasi bisa disebabkan
karena alat yang digunakan, lingkungan dan diri yang tidak aseptis
e.
Kondisi pH dan suhu yang tidak sesuai
(Faridiaz, 2005).
|
10. Perhatikan
data plating produk susu berikut ini!
Pengenceran
|
Jumlah
Koloni pada
|
||
Petri 1
|
Petri 2
|
Petri 3
|
|
10-1
|
TNTC
|
TNTC
|
TNTC
|
10-2
|
630
|
645
|
591
|
10-3
|
TNTC
|
TNTC
|
TNTC
|
10-4
|
5
|
5
|
8
|
Hitunglah
total mikroorganisme pada sampel susu tersebut (dalam CFU/ml)! Jelaskan
modifikasi prosedur yang dapat anda lakukan untuk memperoleh hitungan cawan
yang akurat!
Berdasarkan data hasil jumlah koloni yang ada, karena
jumlah koloni tidak memenuhi persyaratan maka boleh dihitung dari keduanya.
Rata-rata
dari pengenceran 10-2 = 622 koloni
Jumlah koloni per ml = 6,2 x 104 CFU per
ml
Rata-rata dari pengenceran 10-4 = 6 koloni
Jumlah koloni per ml = 6 x 102 CFU per ml
Jadi, modifikasi prosedur yang dapat dilakukan
supaya hitungan cawa akurat adalah meninggikan tingkat pengenceran dan
menanam semua pengenceran
(Saparianti, 2014).
|
11. Mengapa pada metode hitungan cawan digunakan media agar?
Mengapa dilakukan teknik pengenceran sebelum dilakukan metode plating?
·
Media agar adalah media yang digunakan pada metode pour plate dan
spread plate, dimana metode tersebut adalah metode yang cocok untuk hitungan
cawan. Dengan menggunakan media agar koloni dapat diamati secara langsung,
tanpa bantuan mikroskop
·
Teknik pengenceran dilakukan supaya didapat koloni yang sesuai untuk
perhitungan, yaitu kisaran 30-300 koloni. Sehingga bisa dihitung dan hasilnya
akurat.
(Fardiaz,
1992).
|
12. Mengapa suhu inkubasi yang digunakan
pada kisaran suhu tertentu? Apa akibatnya jika suhu inkubasi dinaikkan atau
diturunkan dari suhu semula?
Suhu inkubasi yang digunakan pada
kisaran suhu tertentu karena setiap
mikroba memiliki karakteristik suhu yang berbeda-beda untuk tetap hidup dan
berkembang biak. Suhu inkubasi sendiri ditentukan dari suhu optimum
pertumbuhan mikroba supaya mikroba dapat tumbuh dengan baik. Sehingga apabila
suhu inkubasi
dinaikkan atau diturunkan dari suhu semula
maka akan mengganggu pertumbuhan mikroba bahkan menyebabkan kematian pada
mikroba tersebut karena lingkungan tidak lagi sesuai dengan karakteristiknya
(Fardiaz, 1992).
|
mohon maaf apabila ada kesalahan dalam laporan ini
Komentar